Sebelum penulis
mulai, pertama penulis ingin mendudukkan secara jelas apa, untuk, dan bagaimana
esai ini. Tulisan ini bertujuan memastikan bahwa kita juga harus menolak
kekerasan seksual dan bagaimana peran kita agar peka pada isu-isu pelecehan
seks di sekitar kampus.
Pelecehan seksual didefinisikan sebagai perbuatan melecehkan, menghina, dan
menyerang tubuh, atau fungsi pelaporan seseorang. Yang berakibat penderitaan
psikis atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan
hilangnya kesempatan melaksanakan pendidikan dengan nyaman dan optimal (Kemendikbud.go.id).
Secara umum ada beberapa jenis kekerasan seksual, mulai dari verbal, non fisik,
fisik bahkan hingga kekerasan seksual secara berani atau lewat perantara
teknologi dan internet (Detik.com).
Belakangan ini banyak sekali kabar-kabar tentang kekerasan seksual muncul
ke publik. Fakta ini membuat miris dan pesimis untuk mengharapkan ruang publik
yang nyaman dan ramah untuk semua.
Parahnya, pelaku-pelaku kekerasan seksual justru datang dari tempat yang
harusnya aman dan nyaman untuk menimba ilmu yaitu lingkungan perguruan tinggi.
Satu-persatu masalah terangkat dan menggemparkan publik. Masyarakat menduga
bahwa terbongkarnya kasus-kasus kekerasan seksual di kampus hanyalah fenomena
gunung es dan masih banyak kasus-kasus lain yang belum terungkan, tersembunyi,
dan sengaja disembunyikan.
Melihat fenomena kekerasan seksual ini, menurut penulis ialah permasalahan
yang sistemik. Beberapa penyebabnya adalah adanya relasi kuasa yang timpang,
kurangnya dukungan atau kepemihakan pada korban, dan juga payung hukum di
kampus yang belum komprehensif, serta pro dan kontra untuk “menjaga nama baik
kampus”.
Rintangan sistemik semacam itu menjadi tantangan tersendiri dalam
mengungkap kasus pelecehan seksual. Jelas, edukasi dan kampanye bahasa laten
kekerasan seksual bukan hanya untuk “mendoktrin” mahasiswa, tetapi juga harus
menyadari dosen dan civitas akademika yang lain, karena kasus-kasus yang
terjadi banyak dilakukan oleh dosen dan tenaga pengajar.
Dampak kekerasan seksual pun bervariasi, baik ke fisik korban maupun
kondisi psikologis. Esensi dari Permendikbud Ristek No. 30 tahun 2021 sebagai
regulasi kekerasn seksual di kampus adalah menjadi solusi atas kekosongan
payung hukum terhadap masalah kekerasan seksual khususnya di perguruan tinggi
yang saat ini berada dalam kondisi gawat darurat melalui pencegahan dan
penanganan.
Oleh karena itu, peran orang terdekat seperti teman, sahabat atau bestie
menjadi penting di sini. Maka dari itu pentingnya saling melindungi dan
menjaga, namun, apabila praktik “hina” itu telah terjadi, peran aktif dari
orang-orang terdekat yang selalu di samping korban, terutama untuk menguatkan,
menenangi, dan menjaganya serta membantu proses advokasi korban dan upaya-upaya
prefentif lainnya. Jauh dari itu, tindakan untuk membela dapat dilakukan dengan
berpartisipasi menyuarakan akan adanya keadilan hukum bagi pelaku dan korban.
-Kamila-
DAFTAR PUSTAKA
Nurul Fadhillah S. (2022). Kekerasan Seksual
di kampus, Definisi, Bentuk, Dan Pencegahan.
Unifers.unifa.ac.id,
dilihat 10 Desember 2022 https://unifers.unifa.ac.id/detailpost/kekerasan-seksualdi-kampus-definisi-bentuk-dan-pencegahan
Himpunan Mahasisiwa
Tambang Institut Teknologi Bandung 2022. Kekerasan Seksual di Kampus: Apa yang
Harus Kita lakukan?. Hmt.mining.itb.ac.id, dilihat pada 10 Desember 2022
https://hmt.mining.itb.ac.id/kekerasan-seksual-di-kampus-pa-yang-harus-di-kitalakukalakukan/#:~:text=Kekerasan%20seksual%20di%20kampus%20merupakan,di%20kampus%20yang
%20belum%20komprehensif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar