Selasa, 21 Februari 2023

Sikap Kita dan Bahaya Laten Pelecahan Seksual

 

Sebelum penulis mulai, pertama penulis ingin mendudukkan secara jelas apa, untuk, dan bagaimana esai ini. Tulisan ini bertujuan memastikan bahwa kita juga harus menolak kekerasan seksual dan bagaimana peran kita agar peka pada isu-isu pelecehan seks di sekitar kampus.

Pelecehan seksual didefinisikan sebagai perbuatan melecehkan, menghina, dan menyerang tubuh, atau fungsi pelaporan seseorang. Yang berakibat penderitaan psikis atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilangnya kesempatan melaksanakan pendidikan dengan nyaman dan optimal (Kemendikbud.go.id).

Secara umum ada beberapa jenis kekerasan seksual, mulai dari verbal, non fisik, fisik bahkan hingga kekerasan seksual secara berani atau lewat perantara teknologi dan internet (Detik.com).

Belakangan ini banyak sekali kabar-kabar tentang kekerasan seksual muncul ke publik. Fakta ini membuat miris dan pesimis untuk mengharapkan ruang publik yang nyaman dan ramah untuk semua.

Parahnya, pelaku-pelaku kekerasan seksual justru datang dari tempat yang harusnya aman dan nyaman untuk menimba ilmu yaitu lingkungan perguruan tinggi. Satu-persatu masalah terangkat dan menggemparkan publik. Masyarakat menduga bahwa terbongkarnya kasus-kasus kekerasan seksual di kampus hanyalah fenomena gunung es dan masih banyak kasus-kasus lain yang belum terungkan, tersembunyi, dan sengaja disembunyikan.

Melihat fenomena kekerasan seksual ini, menurut penulis ialah permasalahan yang sistemik. Beberapa penyebabnya adalah adanya relasi kuasa yang timpang, kurangnya dukungan atau kepemihakan pada korban, dan juga payung hukum di kampus yang belum komprehensif, serta pro dan kontra untuk “menjaga nama baik kampus”.

Rintangan sistemik semacam itu menjadi tantangan tersendiri dalam mengungkap kasus pelecehan seksual. Jelas, edukasi dan kampanye bahasa laten kekerasan seksual bukan hanya untuk “mendoktrin” mahasiswa, tetapi juga harus menyadari dosen dan civitas akademika yang lain, karena kasus-kasus yang terjadi banyak dilakukan oleh dosen dan tenaga pengajar.

Dampak kekerasan seksual pun bervariasi, baik ke fisik korban maupun kondisi psikologis. Esensi dari Permendikbud Ristek No. 30 tahun 2021 sebagai regulasi kekerasn seksual di kampus adalah menjadi solusi atas kekosongan payung hukum terhadap masalah kekerasan seksual khususnya di perguruan tinggi yang saat ini berada dalam kondisi gawat darurat melalui pencegahan dan penanganan.

Oleh karena itu, peran orang terdekat seperti teman, sahabat atau bestie menjadi penting di sini. Maka dari itu pentingnya saling melindungi dan menjaga, namun, apabila praktik “hina” itu telah terjadi, peran aktif dari orang-orang terdekat yang selalu di samping korban, terutama untuk menguatkan, menenangi, dan menjaganya serta membantu proses advokasi korban dan upaya-upaya prefentif lainnya. Jauh dari itu, tindakan untuk membela dapat dilakukan dengan berpartisipasi menyuarakan akan adanya keadilan hukum bagi pelaku dan korban.



-Kamila-




DAFTAR PUSTAKA

Nurul Fadhillah S. (2022). Kekerasan Seksual di kampus, Definisi, Bentuk, Dan Pencegahan.

Unifers.unifa.ac.id, dilihat 10 Desember 2022 https://unifers.unifa.ac.id/detailpost/kekerasan-seksualdi-kampus-definisi-bentuk-dan-pencegahan

Himpunan Mahasisiwa Tambang Institut Teknologi Bandung 2022. Kekerasan Seksual di Kampus: Apa yang Harus Kita lakukan?. Hmt.mining.itb.ac.id, dilihat pada 10 Desember 2022 https://hmt.mining.itb.ac.id/kekerasan-seksual-di-kampus-pa-yang-harus-di-kitalakukalakukan/#:~:text=Kekerasan%20seksual%20di%20kampus%20merupakan,di%20kampus%20yang %20belum%20komprehensif

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar